Sabtu, 29 April 2017

MAMBANGUN KALIMANTAN BARAT

Oleh : Aan M. Abdullah

“Wow, Kreen... itulah yang ada di pikiran saya ketika tahu bahwa Presiden Jokowi telah 7 kali mengunjungi Kalimantan Barat dan hebatnya lagi, Jokowi juga meresmikan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Aruk, lokasi dimana lebih dari 3 kali saya pernah berkunjung.

Aruk” dimana PLBN berdiri, sebenarnya adalah nama dusun yang terletak di Desa Sebunga, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas. Sebelum diresmikan menjadi PLBN, Dusun Aruk sudah sangat terkenal terutama bagi mereka yang terkenal dengan sebutan “pasukan semut” yaitu kelompok bermotor yang selalu hilir mudik memasuki wilayah Malaysia untuk membeli barang-barang produk Malaysia yang mereka jual sebagai barang kebutuhan penduduk perbatasan.

Pada tahun 2009, pertama kali saya berkunjung,  Dusun Aruk layaknya kota mati. Jangankan untuk menginap, sekedar mencari sarapanpun rasanya sulit didapat. Untung saja, di lokasi tersebut telah ditempatkan pasukan TNI yang setia menjaga perbatasan negara, sehingga untuk sekedar “ngopi” dan sedikit jalan-jalan di wilayah Malaysia, kami dapat meminta ijin kepada pasukan perbatasan. Tidak perlu visa atau pasport, cukup menitipkan KTP kami dapat bebas keluar masuk Malaysia.

Wilayah Malaysia yang menjadi tetangga paling dekat adalah Desa “Biawak” letaknya sekitar satu km dari Aruk. Meskipun hanya ditempuh dalam waktu sekitar 10 menit tapi perkembangannya sangat kontras sekali dengan wilayah perbatasan kita. Di Biawak banyak sekali ditemui toko, cafe, maupun hilir mudik kendaraan yang menjadi magnit tersendiri bagi para pendatang dari Indonesia. Di Wilayah ini, mata uangpun terserah pembeli mau pake rupiah maupun ringgit, dua-duanya berlaku.

Perencanaan Pengembangan Wilayah Perbatasan

Pada tahun 2010, saya kembali berkesempatan mengunjungi Aruk. Secara fisik kondisinya belum banyak berubah dari pertama kali saya berkunjung. Penyebaran kegiatan pembangunan baru terbatas pada pengembangan Kelapa Sawit, yang nilai manfaatnya tidak terlalu besar dirasakan oleh masyarakat di wilayah tersebut. Pasokan pangan, listrik serta orientasi kesehatan masih mengandalkan negeri Jiran, meskipun sudah ada pemanfaatan sungai yang dimanfaatkan untuk sumber listrik (PLTMH) namun kapasitasnya masih belum mencukupi untuk kebutuhan masyarakat.
Wilayah sekitar Aruk, ternyata memiliki potensi yang tidak kalah dengan wilayah lainnya di negara kita ini. Potensi pertanian, khususnya lada sudah menjadi andalan bagi masyarakat. Bahkan di sebelah utara di Kecamatan Paloh memiliki potensi pariwisata dan kelautan yang dapat diandalkan, namun rendahnya aksesibitas dan keterisoliran wilayah menjadi kendala bagi pemberdayaan potensi tersebut.
Sebenarnya pemerintah SBY sudah berbuat banyak bagi aruk ini. Meskipun jalan yang sudah beraspal masih terbatas hanya disekitaran Pusat kecamatan dan di wilayah perbatasan, tapi persiapan-persiapan gedung untuk PLBN sudah dibuat. Bahkan sudah disediakan komplek perumahan dan perkantoran imigrasi. Namun, karena belum adanya kesepakatan dengan negeri jiran dalam hal pembukaan PLBN, kondisi perkantoran dan perumahan relatif tidak dapat dimanfaatkan.

Niat untuk mengembangkan wilayah Aruk sudah sangat besar diinginkan oleh pemerintahan sebelum Jokowi. Pada tahun 2010-2011 Badan Pengembangan Perbatasan sudah hilir mudik mengunjungi Aruk. Berdasarkan informasi dari protokoler Provinsi Kalbar tidak kurang dari 160 kali kunjungan atau kalau dirata-ratakan hampir 4 hari sekali ada kunjungan dari pejabat pusat dari berbagai level yang mengunjungi wilayah Aruk ini. Bukan hanya kunjungan, berbagai kementerianpun seperti berlomba-lomba membuat perencanaan untuk mengembangkan wilayah ini. Namun sayang, kurangnya koordinasi membuat perencanaan tersebut sulit terimplementasi karena berbagai kementerian tersebut mempunyai ego nya masing-masing.

Bukan hanya kementerian terkait yang membuat perencanaan di wilayah ini, bahkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pun membuat perencanaan yang disebut Masterplan KTM (Kota Terpadu Mandiri). Padahal berdasarkan teorinya, KTM tersebut adalah merupakan kelanjutan dari pengembangan permukiman transmigrasi yang sudah maju, sementara di wilayah Aruk dan sekitarnya belum ada wilayah permukiman transmigrasi. Untuk “mensiasati” pengembangan KTM ini, baru pada Tahun 2012 dan tahun 2013, Kementerian Transmigrasi melalui Dinas Transmigrasi Kabupaten Sambas membuka lahan untuk Permukiman Transmigrasi, berlokasi di Desa Sebunga dengan mendatangkan 200 KK para transmigran asal Pulau Jawa.

Pengembangan Kawasan Transmigrasi di Wilayah Perbatasan Negara

Pada tahun 2014, saya kembali ditakdirkan mengunjungi Wilayah Aruk, Desa Sebunga, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas.

Sebagaimana disebutkan diatas, pada tahun 2012-2013 kementerian Transmigrasi telah mengirimkan sebanyak 200 KK transmigran dari Pulau Jawa yang ditempatkan di Desa Sebunga yang jaraknya sekitar 14 km dari wilayah perbatasan (Aruk). Bukan tanpa tujuan, penempatan transmigrasi ini selain merupakan program pemerintah untuk mengubah nasib masyarakat menjadi lebih baik juga sebagai perwujudan untuk mendukung akselerasi pengembangan wilayah melalui pengembangan Kawasan Kota Terpadu (KTM) versinya kementerian transmigrasi.

Tentu saja penempatan transmigrasi di wilayah perbatasan negara ini akan sedikit berbeda dengan wilayah transmigrasi lainnya. Keberadaan lokasi transmigrasi di wilayah perbatasan, akan dipandang sebagai etalasenya negara, sehingga berbagai fasilitaspun harus sedikit istimewa. Selain ditempati oleh para transmigran yang berasal dari pensiunan TNI dan Polri, kondisi rumahpun harus mencerminkan tidak “asal jadi” harus berupa rumah permanen dengan berbagai fasilitasnya.

Dari hasil interaksi dengan masyarakat transmigrasi pada waktu itu, ternyata penempatan transmigrasi di wilayah perbatasan ini belum memberikan dampak yang berarti baik untuk pengembangan wilayah perbatasan maupun untuk kehidupan para transmigrannya sendiri.

Dari luas lahan yang dijanjikan sebanyak 2 Ha, para transmigran hanya mendapatkan 0,25 ha saja. Bahkan tujuan utama peningkatan tarap hidup melalui pengembangan pertanian sulit dilaksanakan. Selain lahan usaha pertanian yang belum dibagikan, kondisi lahan baik struktur tanah maupun topografi kurang mendukung untuk pengembangan pertanian. Sulitnya air bersih, tidak ada listrik dan jalan menuju perbatasan ( 14 km) yang hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda dua adalah hal yang banyak dikeluhkan warga. Memang kalau dilihat secara umum, warga transmigran ini dapat bertahan hidup dan mempunyai penghasilan, aka tetapi, penghasilan warga tersebut bukan dari pertanian dan umumnya didapat dari hasil buruh perkebunan sawit.


  
Peresmian PLBN, Strategis???

Setelah 12 tahun dari pertamakalinya saya mengunjungi Aruk, Presiden Jokowi, meresmikan PLBN Aruk dan dua PLBN lainnya di Kalbar.  Apresiasi bagi presiden kita yang tidak hanya rencana, rencana, rencana sebagaimana yang sering diucapkannya dalam berbagai kesempatan..

Dari sudut pandang Malaysia, peresmian ketiga PLBN ini tentu menjadi ancaman, terutama ancaman ekonomi dimana pemerintah malaysia juga telah mempersiapkan “Sarawak Coridor” sebagai pusat pertumbuhan ekonomi barunya.

Jokowi adalah implementasi dari berbagai perencanaan yang telah dibuat oleh pemerintahan sebelumnya.

Jokowi tahu benar, persaingan kita adalah negara luar,  persaing kita adalah Malaysia yang berusaha untuk menjadi penguasa ekonomi khususnya di Kalimantan Barat.....

Dengan peresmian ketiga PLBN ini semoga terjawab, “Sarawak Pesaing atau Peluang Bagi Kalimantan Barat”..... (baca Sarawak Pesaing atau Peluang Bagi Kalbar, Pontianak Pos, 2 November 2011, Aan M. Abdullah)


Bandung, 20 Maret 20117