Oleh : Aan M. Abdullah
“Wow, Kreen... itulah yang ada di pikiran saya ketika tahu bahwa Presiden
Jokowi telah 7 kali mengunjungi Kalimantan Barat dan hebatnya lagi, Jokowi juga
meresmikan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Aruk, lokasi dimana lebih dari 3 kali
saya pernah berkunjung.
“Aruk” dimana PLBN berdiri, sebenarnya adalah nama dusun yang
terletak di Desa Sebunga, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas. Sebelum
diresmikan menjadi PLBN, Dusun Aruk sudah sangat terkenal terutama bagi mereka yang
terkenal dengan sebutan “pasukan semut”
yaitu kelompok bermotor yang selalu hilir mudik memasuki wilayah Malaysia untuk
membeli barang-barang produk Malaysia yang mereka jual sebagai barang kebutuhan
penduduk perbatasan.
Pada tahun 2009, pertama kali
saya berkunjung, Dusun Aruk layaknya
kota mati. Jangankan untuk menginap, sekedar mencari sarapanpun rasanya sulit
didapat. Untung saja, di lokasi tersebut telah ditempatkan pasukan TNI yang
setia menjaga perbatasan negara, sehingga untuk sekedar “ngopi” dan sedikit jalan-jalan di wilayah Malaysia, kami dapat meminta
ijin kepada pasukan perbatasan. Tidak perlu visa atau pasport, cukup menitipkan
KTP kami dapat bebas keluar masuk Malaysia.
Wilayah Malaysia yang menjadi
tetangga paling dekat adalah Desa “Biawak” letaknya sekitar satu km dari Aruk.
Meskipun hanya ditempuh dalam waktu sekitar 10 menit tapi perkembangannya sangat
kontras sekali dengan wilayah perbatasan kita. Di Biawak banyak sekali ditemui toko,
cafe, maupun hilir mudik kendaraan yang menjadi magnit tersendiri bagi para
pendatang dari Indonesia. Di Wilayah ini, mata uangpun terserah pembeli mau
pake rupiah maupun ringgit, dua-duanya berlaku.
Perencanaan Pengembangan Wilayah Perbatasan
Pada tahun 2010, saya kembali
berkesempatan mengunjungi Aruk. Secara fisik kondisinya belum banyak berubah dari
pertama kali saya berkunjung. Penyebaran kegiatan pembangunan baru terbatas
pada pengembangan Kelapa Sawit, yang nilai manfaatnya tidak terlalu besar
dirasakan oleh masyarakat di wilayah tersebut. Pasokan pangan, listrik serta
orientasi kesehatan masih mengandalkan negeri Jiran, meskipun sudah ada
pemanfaatan sungai yang dimanfaatkan untuk sumber listrik (PLTMH) namun
kapasitasnya masih belum mencukupi untuk kebutuhan masyarakat.
Wilayah sekitar Aruk, ternyata
memiliki potensi yang tidak kalah dengan wilayah lainnya di negara kita ini. Potensi
pertanian, khususnya lada sudah menjadi andalan bagi masyarakat. Bahkan di
sebelah utara di Kecamatan Paloh memiliki potensi pariwisata dan kelautan yang
dapat diandalkan, namun rendahnya aksesibitas dan keterisoliran wilayah menjadi
kendala bagi pemberdayaan potensi tersebut.
Sebenarnya pemerintah SBY sudah
berbuat banyak bagi aruk ini. Meskipun jalan yang sudah beraspal masih terbatas
hanya disekitaran Pusat kecamatan dan di wilayah perbatasan, tapi
persiapan-persiapan gedung untuk PLBN sudah dibuat. Bahkan sudah disediakan
komplek perumahan dan perkantoran imigrasi. Namun, karena belum adanya
kesepakatan dengan negeri jiran dalam hal pembukaan PLBN, kondisi perkantoran
dan perumahan relatif tidak dapat dimanfaatkan.
Niat untuk mengembangkan wilayah Aruk
sudah sangat besar diinginkan oleh pemerintahan sebelum Jokowi. Pada tahun
2010-2011 Badan Pengembangan Perbatasan sudah hilir mudik mengunjungi Aruk.
Berdasarkan informasi dari protokoler Provinsi Kalbar tidak kurang dari 160 kali
kunjungan atau kalau dirata-ratakan hampir 4 hari sekali ada kunjungan dari pejabat
pusat dari berbagai level yang mengunjungi wilayah Aruk ini. Bukan hanya
kunjungan, berbagai kementerianpun seperti berlomba-lomba membuat perencanaan untuk
mengembangkan wilayah ini. Namun sayang, kurangnya koordinasi membuat perencanaan
tersebut sulit terimplementasi karena berbagai kementerian tersebut mempunyai
ego nya masing-masing.
Bukan hanya kementerian terkait
yang membuat perencanaan di wilayah ini, bahkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
pun membuat perencanaan yang disebut Masterplan KTM (Kota Terpadu Mandiri).
Padahal berdasarkan teorinya, KTM tersebut adalah merupakan kelanjutan dari
pengembangan permukiman transmigrasi yang sudah maju, sementara di wilayah Aruk
dan sekitarnya belum ada wilayah permukiman transmigrasi. Untuk “mensiasati” pengembangan KTM ini, baru
pada Tahun 2012 dan tahun 2013, Kementerian Transmigrasi melalui Dinas Transmigrasi
Kabupaten Sambas membuka lahan untuk Permukiman Transmigrasi, berlokasi di Desa
Sebunga dengan mendatangkan 200 KK para transmigran asal Pulau Jawa.
Pengembangan Kawasan Transmigrasi di Wilayah Perbatasan Negara
Pada tahun 2014, saya kembali
ditakdirkan mengunjungi Wilayah Aruk, Desa Sebunga, Kecamatan Sajingan Besar,
Kabupaten Sambas.
Sebagaimana disebutkan diatas,
pada tahun 2012-2013 kementerian Transmigrasi telah mengirimkan sebanyak 200 KK
transmigran dari Pulau Jawa yang ditempatkan di Desa Sebunga yang jaraknya
sekitar 14 km dari wilayah perbatasan (Aruk). Bukan tanpa tujuan, penempatan
transmigrasi ini selain merupakan program pemerintah untuk mengubah nasib
masyarakat menjadi lebih baik juga sebagai perwujudan untuk mendukung akselerasi
pengembangan wilayah melalui pengembangan Kawasan Kota Terpadu (KTM) versinya
kementerian transmigrasi.
Tentu saja penempatan transmigrasi
di wilayah perbatasan negara ini akan sedikit berbeda dengan wilayah
transmigrasi lainnya. Keberadaan lokasi transmigrasi di wilayah perbatasan, akan
dipandang sebagai etalasenya negara, sehingga berbagai fasilitaspun harus
sedikit istimewa. Selain ditempati oleh para transmigran yang berasal dari pensiunan
TNI dan Polri, kondisi rumahpun harus mencerminkan tidak “asal jadi” harus
berupa rumah permanen dengan berbagai fasilitasnya.
Dari hasil interaksi dengan
masyarakat transmigrasi pada waktu itu, ternyata penempatan transmigrasi di
wilayah perbatasan ini belum memberikan dampak yang berarti baik untuk
pengembangan wilayah perbatasan maupun untuk kehidupan para transmigrannya
sendiri.
Dari luas lahan yang dijanjikan
sebanyak 2 Ha, para transmigran hanya mendapatkan 0,25 ha saja. Bahkan tujuan
utama peningkatan tarap hidup melalui pengembangan pertanian sulit
dilaksanakan. Selain lahan usaha pertanian yang belum dibagikan, kondisi lahan
baik struktur tanah maupun topografi kurang mendukung untuk pengembangan
pertanian. Sulitnya air bersih, tidak ada listrik dan jalan menuju perbatasan (
14 km) yang hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda dua adalah hal yang banyak
dikeluhkan warga. Memang kalau dilihat secara umum, warga transmigran ini dapat
bertahan hidup dan mempunyai penghasilan, aka tetapi, penghasilan warga
tersebut bukan dari pertanian dan umumnya didapat dari hasil buruh perkebunan
sawit.
Peresmian PLBN, Strategis???
Setelah 12 tahun dari
pertamakalinya saya mengunjungi Aruk, Presiden Jokowi, meresmikan PLBN Aruk dan
dua PLBN lainnya di Kalbar. Apresiasi
bagi presiden kita yang tidak hanya rencana, rencana, rencana sebagaimana yang
sering diucapkannya dalam berbagai kesempatan..
Dari sudut pandang Malaysia,
peresmian ketiga PLBN ini tentu menjadi ancaman, terutama ancaman ekonomi
dimana pemerintah malaysia juga telah mempersiapkan “Sarawak Coridor” sebagai
pusat pertumbuhan ekonomi barunya.
Jokowi adalah implementasi dari
berbagai perencanaan yang telah dibuat oleh pemerintahan sebelumnya.
Jokowi tahu benar, persaingan
kita adalah negara luar, persaing kita
adalah Malaysia yang berusaha untuk menjadi penguasa ekonomi khususnya di Kalimantan
Barat.....
Dengan peresmian ketiga PLBN ini semoga
terjawab, “Sarawak Pesaing atau Peluang Bagi Kalimantan Barat”..... (baca Sarawak Pesaing atau Peluang Bagi
Kalbar, Pontianak Pos, 2 November 2011, Aan M. Abdullah)
Bandung, 20 Maret 20117