Kamis, 02 Maret 2017

Memindahkan Kemiskinan?? Potret Transmigran Kepala Gurung SP-1, Kabupaten Kapuas Hulu

Oleh : Aan M. Abdullah
Satu dari sekian banyak lokasi Transmigrasi yang ada di Kalimantan Barat ini nasibnya tidak begitu baik dibandingkan dengan lokasi transmigrasi lainnya yang ada di Kalimantan Barat. Bila saja jalannya bagus, sebenarnya Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Kepala Gurung SP-1 ini letaknya relative tidak jauh dari jalan utama Sintang-Putussibau, bahkan bis regular Pontianak-Putussibau telah sangat familiar menaik-turunkan penumpang di Simpang Tekalong yaitu simpang menuju lokasi Kepala Gurung SP-1.
Secara administrasi, UPT Kepala Gurung termasuk kedalam Desa Kepala Gurung, Kecamatan Mentebah, Kabupaten Kapuas Hulu. Lokasi Pasar dan Puskesmas terdekat berjarak 25 km berada di Ibukota Kecamatan, sedangkan jarak menuju Kota Putussibau kurang lebih 52 km yang dapat ditempuh melalui jalan darat.
Berturut-turut semenjak Tahun 2005 sampai Tahun 2009 UPT Kepala Gurung ini telah menerima 400 KK dengan komposisi penempatan 50% dari penduduk setempat dan 50% dari penduduk pendatang yaitu dari  Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sampai Tahun 2011 ini jumlah penduduk yang ada bukannya bertambah tetapi semakin berkurang. Bahkan sekitar 100 KK untuk penempatan Tahun 2009 telah pergi entah kemana karena tidak menempati lagi lokasi yang telah disediakan.
kondisi rumah transmigran di Kepala Gurung SP-1
kondisi rumah transmigran di Kepala Gurung SP-1
Lokasi UPT Kepala Gurung SP-1 ini memang termasuk kedalam salah satu UPT yang lambat berkembang. Pendapatan rata-rata per KK per tahun transmigran masih kurang dari 2000 kg setara beras (166 kg setara beras/bulan), itupun umumnya didapat dari penghasilan “off farm” sebagai buruh atau menjadi jasa ojeg.
Persoalan klasik dari tidak berkembangnya lokasi transmigrasi yang ada di Indonesia termasuk di Kalimantan Barat adalah buruknya infrastruktur yang ada, minimnya pembinaan dari disnakertrans dan bermasalahnya kualitas lahan yang ada.
Sebenarnya, sebelum para transmigran masuk lokasi pihak dinas transmigrasi setempat telah melakukan studi  kelayakan atau yang dikenal dengan studi Rencana Teknis Satuan Permukiman (RTSP) dan Rencana Teknis Jalan (RTJ). Wajib hukumnya dalam studi ini lokasi yang akan ditempati termasuk dalam kategori 2C (Clean and Clear) lokasi bebas dari semua persengketaan dan kepemilikan lahan serta berkategori 4L (Layak Huni, Layak Berkembang, Layak Usaha dan Layak Lingkungan). Namun peng-ingkaran studi kadang kala terjadi baik yang sifatnya disengaja maupun tidak. Bisa saja lokasi yang distudi berbeda dengan lahan UPT yang benar-benar ditempati sebagaimana terjadi pada UPT Kepala Gurung. Akibatnya, sudah pasti yang pertama dirugikan adalah para transmigrasi itu sendiri.
Masyarakat Transmigrasi UPT Kepala Gurung SP-1 umumnya tidak bisa hidup dari sekedar menanam padi atau pangan di lahan usaha yang sudah ada. Sebagian lahan tidak sesuai untuk ditanami karena tanahnya mengandung batu bara. Sebagian lagi masyarakat sulit untuk bekerja di lahan usaha karena bentuk lahan yang rolling/terjal dan jauh dari permukiman atau lahannya masih banyak tunggul-tunggul pohon besar.
kondisi jalan
Jangan disalahkan bila sebagian besar masyarakat transmigrasi UPT Kepala Gurung meninggalkan lokasi. Meskipun didatangkan juga transmigran pengganti. Mereka sangat kecewa terhadap lambatnya pembangunan UPT. Kecewa kepada minimnya bimbingan yang diberikan pemerintah. Kecewa karena jauhnya menyekolahkan anak-anak mereka. Kecewa karena sulit dan mahalnya ongkos untuk menjangkau puskesmas. Kecewa tidak ada pasar yang dapat menampung hasil bumi mereka. Kecewa tidak ada listrik. Kecewa tidak ada signal telepon. Kecewa akses yang rendah untuk menjangkau lokasi lain. Kecewa terhadap keadaan yang ada. Dan banyak lagi kekecewaan mereka. Berharap nasib membaik, tapi apa daya, Lahan pertanian yang diharapkan akan dapat merubah kehidupannya ternyata jauh dari kenyataan. Jangankan untuk hidup berlebih, hanya sekedar mempertahankan hidupnyapun terasa berat.
Kini keadaan sudah terjadi. Menjadi PR bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk memperbaiki kehidupannya. Bergeraklah. Rangkullah. Bimbinglah mereka dengan benar. Bangunlah jalan yang baik agar mereka dapat dengan mudah bergerak ke pusat pasar. Tempatkanlah tenaga kesehatan agar mereka dapat dengan mudah berobat. Tambahkanlah SD dan SMP agar anak-anak mereka dapat meningkat kualitas sumberdayanya. Terapkanlah teknologi listrik tepat guna agar mereka dapat berkreasi dan berusaha. Bangunlah Tower seluler agar mereka dapat berkomunikasi dengan yang lainnya. Dan berilah kemudahan lainnya kepada mereka. Karena mereka mengikuti program transmigrasi ini dengan satu cita-cita yaitu untuk merubah hidupnya menjadi lebih baik, bukan untuk memindahkan kemiskinan dari Jawa ke Kalimantan. Bagaimana???

Berdayakan Potensi Pariwisata : Studi Kasus Kecamatan Sungai Kakap Kab. Kuburaya, Kalbar

Oleh : Aan M. abdullah
Kecamatan Sungai Kakap adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Kubu Raya yang berbatasan langsung dengan Kota Pontianak (Ibukota Provinsi). Aksesibilitas menuju Kecamatan Sungai Kakap dari Kota pontianak relative tinggi. Terdapat dua alternatif jalan menuju Ibukota Kabupaten; Alternative pertama melalui kota Pontianak berjarak sekitar 26 km dengan asesibilitas tinggi. Alternative ke dua via Punggur Kecil berjarak sekitar 29 km kondisi jalan kurang baik dan aksesibilitas rendah.
Daya Tarik Wisata (DTW) Alam Kecamatan Sungai Kakap
Kecamatan Sungai Kakap terbagai atas beberapa gugus pulau. Beberapa pulau berbatasan langsung dengan Laut Natuna. Kondisi alam demikian telah menjadikan Wilayah Kecamatan Kakap bagian pesisir seperti seperti Tanjung Saleh, Jeruju Besar, Sungai Itik, dan Sungai Kupah (Tanjung Intan) memiliki potensi wisata pantai. Namun keterbatasan infrastruktur serta aksesibilitas yang rendah menuju wilayah tersebut potensi tersebut belum dapat diberdayakan.
Muara Sungai Kakap (Tanjung Saleh) dan sekitarnya adalah tempat favorit bagi para pemancing. Hampir setiap hari libur dan hari minggu di kawasan ini selalu dipenuhi oleh wisatawan pemancing yang datang dari berbagai tempat. Kegiatan ini tentu saja memberikan nilai positif bagi penduduk sekitar. Para nelayan Sungai Kakap sudah terbiasa pada hari-hari tertentu beralih profesi dengan menyewakan perahunya kepada para pemancing. Harga sewa perahu yang dipatok nelayan ini berkisar antara Rp. 250.000 sampai 500.000,- tergantung besar kecilnya perahu dan jauh dekatnya rute yang tempuh pemancing. Kegiatan mancing ikan di Muara Sungai Kakap ini tentu saja menjadi potensi Daya Tarik Wisata yang perlu dikembangkan.
Diwilayah Sungai Kakap bagian daratan terutama Desa Punggur Kecil, Punggur Besar, Kalimas dan Pal IX memiliki lahan yang subur serta berkembang berbagai budidaya tanaman buah-buahan seperti Langsat, Manggis dan Durian. Bahkan, produksi langsat di Kalimantan Barat lebih dari 75% nya adalah berasal dari wilayah tersebut. Ketika musim buah tiba, bukan saja penduduk lokal yang datang ke wilayah ini. Berbagai lapisan masyarakat maupun para pedagang berbondong-bondong datang untuk menikmati dan membeli buah-buhan tersebut.
Daya Tarik Wisata (DTW) Budaya dan Religi Kecamatan Sungai Kakap
Dari segi budaya, Kec. Sungai Kakap penduduknya terdiri atas berbagai etnis diantaranya adalah etnis melayu, dayak, jawa, bugis, madura, arab dan cina. Heterogenitas etnis-etnis yang berada di Kecamatan Sungai Kakap ini telah memberikan khasanah kekayaan budaya di daerah tersebut.
Pada hari-hari tertentu terutama pada tahun baru cina dan cap go meh masyarakat etnis cina di Sungai Kakap biasa menyelenggarakan acara budaya barongsay/Naga serta dikenalnya upacara ritual sembahyang kubur. Salah satu objek yang menjadi daya tarik wisatawan adalah keberadaan “pekong” yang berlokasi ditengah-tengah muara Sungai Kakap. Pekong di Tengah-tengah muara Sungai Kakap ini menjadi tempat pavorit untuk didatangi. Berbagai kalangan termasuk wisatawan yang berasal dari luar Kabupaten Kubu Raya kerap mendatangi lokasi pekong tersebut. Wisatawan yang beretnis cina dan biasanya beragama Konghucu secara khusus melakukan ritual keagamaan begitu nyampai di lokasi. Meskipun pekong ini adalah sarana ibadah bagi masyarakat yang beragama konghocu, tapi pihak pengelola pekong tidak melarang masyarakat lain untuk berkunjung ke lokasi ini. Umumnya para wisatawan baik yang beragama konghucu maupun wisatawan lain melakukan kegiatan memancing sambil menikmati panorama keindahan laut muara Sungai Kakap. Untuk menuju lokasi Pekong, pihak pengelola pekong yang berada di daratan (pelabuhan Sungai Kakap) menyediakan jasa angkutan perahu yang dapat digunakan oleh para wisatawan untuk menuju lokasi, umumnya mereka datang secara berkelompok. Selain perahu yang disediakan pengelola, wisatawanpun dapat memanfaatkan jasa perahu nelayan baik secara carteran maupun jasa antar jemput.
Kegiatan budaya lain yang berkembang di Kecamatan Sungai Kakap adalah budaya melayu seperti acara robok-robok yang rutin diselenggarakan setiap bulan safar oleh masyarakat di wilayah ini.
Dari segi sejarah. Di Tanjung Intan ditemukan patok-patok kayu peninggalan kerajaan. Sedangkan di Tanjung Darat, Desa Jeruju Besar terkenal dengan perkampungan Arab pertama di Pontianak. Keberadaan kampung ini mempunyai nilai sejarah terutama bila dikaitkan dengan pekembangan Agama Islam di wilayah Sungai Kakap, Teluk Pakedai, Sungai Berembang sampai ke Mempawah. Di perkampungan ini pula salah seorang tokoh ulama penyebar agama Islam di wilayah ini yaitu Al-Habib Muhamad bin Abdullah bin Abdurahman Al-Muthahar yang wafat pada tanggal 19 Muharram 1334 H dimakamkan. Kondisi makan pada saat ini sangat memperihatinkan. Makam sejarah yang berlokasi di pinggir jalan antara Desa Jeruju Besar-Sungai Itik ini tampak tidak terawat dengan baik. Selain Makam yang merupakan saksi sejarah tentang perkembangan Islam di Kecamatan Kakap ini, terdapat pula sebuah Masjid yaitu “Masjid Darrul Ibadah”, situs sejarah yang perlu dilestarikan yang terletak di Desa Jeruju Besar.
Situs sejarah lainnya yang ditemukan di Kecamatan Sungai Kakap adalah Masjid Nurul Fattah dan Makam H.Abdoel Fattah Bin H.Aboebakar yang terletak di Desa Berembang, Kecamatan Sungai Kakap. H. Abdoel Fattah  Bin H. Aboebakar wafat pada tanggal 23 April Tahun 1939.
Daya Tarik Wisata (DTW) Minat Khusus Kecamatan Sungai Kakap
Selain kaya akan potensi wisata alam dan budaya/religi, di Kecamatan Sungai Kakap tepatnya di Desa Jeruju Besar ditemui satu kawasan wisata seluas 8,4 Ha yang dibangun oleh pihak investor. Pada saat dilakukan survey (2011) kondisi tempat wisata masih dalam masa pengembangan.
Lokasi wisata ini bernama “Taman Rekadena” letaknya berada di pinggir jalan utama Desa Jeruju Besar. Berbagai atraksi wisata dapat dinikmati di lokasi ini. Diantaranya adalah; taman buah dan tanaman, arena memancing, dan arena outbond. Berdasarkan informasi dari petugas taman, ditempat ini akan didirikan juga pertokoan souvenir dan restaurant. Selain arena wisata tersebut, di lokasi ini terdapat juga tempat yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan rapat atau perkawinan.
Akomodasi Wisata
Letak dan posisi Kecamatan Sungai Kakap yang berbatasan langsung dengan Laut Natuna serta jarak yang relatif dekat dengan Pusat Ibukota Provinsi (Kota Pontianak) telah memberikan keuntungan tersendiri bagi kota tersebut. Sebagai pusat transportasi sungai, keberadaan dermaga/pelabuhan di Sungai Kakap kerap melayani berbagai angkutan laut/sungai untuk menghubungkan wilayah-wilayah sekitarnya termasuk objek-objek wisata yang tersebar di wilayah tersebut.
Selain daya tarik wisata yang dimiliki Kecamatan Sungai Kakap, pengembangan kegiatan kepariwisataan perlu ditunjang oleh tersedianya berbagai akomodasi wisata. Beberapa fasilitas sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Sungai Kakap yang diperkirakan dapat menunjang kegiatan kepariwisataan diantaranya adalah dijumpainya berbagai tipe rumah makan sekala kecil maupun besar, toko penjual hasil laut yang dapat digunakan sebagai souvenir wisata, lembaga perbankan (bank) serta penyewaan alat transportasi khususnya perahu nelayan.
Beberapa Restaurant yang berlokasi di Sungai Kakap kerap dijadikan tujuan oleh wisatawan dari luar Sungai Kakap, khususnya para wisatawan yang datang dari Kota Pontianak. Beberapa Restaurant seperti Restauran Pondok Hijau hanya buka pada hari-hari tertentu yaitu pada hari jum’at, sabtu dan minggu. Restaurant lainnya yang ada di Sungai Kakap adalah Restauran Pondok Wisata Seafood dan Restaurant Teratai Indah yang memiliki panorama menghadap laut. Satu Restaurant yang ditemui yaitu Kakap Kuring dalam keadaan tidak aktif.












Akselerasi Pembangunan Perdesaan Melalui PP No.3 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi

Oleh : Aan M. Abdullah
Tak terbantahkan, program transmigrasi yang pertama kali dilaksanakan sejak jaman Orde Lama ini telah memberikan warna tersendiri terhadap pengembangan wilayah di Indonesia. Tidak sedikit lokasi Kawasan Transmigrasi berubah menjadi kota-kota kecamatan atau bahkan menjadi Ibukota kabupaten. Begitupun dengan para transmigrannya. Banyak diantaranya yang telah menyandang berbagai gelar pada jenjang perguruan tinggi, politisi, kepala daerah, rektor perguruan tinggi atau bahkan menjadi usahawan yang berhasil dibidangnya.
Pro kontra penyelenggaraan transmigrasi menjadi bumbu dalam perjalanan program transmigrasi yang dijalankan oleh pemerintah ini. Tak dapat dipungkiri, sebagian masyarakat telah mengganggap bahwa program transmigrasi adalah hanya memindahkan kemiskinan dari daerah satu ke daerah lainnya atau memindahkan persoalan sosial dari Pulau Jawa ke wilayah lainnya di luar Pulau Jawa dan setumpuk persoalan teknis dan non teknis lainnya terhadap image negative penyelenggaraan transmigrasi.
Terlepas dari persoalan dan masalah yang dihadapi, program transmigrasi ini tetap menjadi idola dan harapan bagi sebagian masyarakat miskin perkotaan untuk mengubah penghidupannya. “Angkat jempol” bagi “para pejuang” dan pemikir program transmigrasi yang terus menerus memperbaiki system penyelenggaraannya meskipun didalam beberapa priode pemerintahan sebelumnya mendapat kritikan “pedas” bahkan usulan untuk penghapusan program transmigrasi ini.
Terbitnya Peraturan Pemerintah No 3 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Transmigrasi adalah salah satu bentuk dan upaya pemerintah untuk tetap mengembangkan ekonomi perdesaan dengan menyelenggarakan berbagai program transmigrasi.
Penyelenggaraan Transmigrasi sebagai bagian integral dari pembangunan nasional telah disempurnakan melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian. Perubahan tersebut menegaskan bahwa pembangunan Transmigrasi dilaksanakan berbasis kawasan yang memiliki keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan dengan pusat pertumbuhan dalam satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah. Konsekuensi dari perubahan tersebut, maka pembangunan Transmigrasi di tingkat daerah adalah sub sistem dari sistem pembangunan daerah yang secara spesifik merupakan upaya pembangunan Kawasan Perdesaan terintegrasi dengan pembangunan Kawasan Perkotaan dan pengembangan ekonomi lokal dalam rangka meningkatkan daya saing daerah.
Salah satu perwujudan PP No.3/2014 adalah terbentuknya Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT) di berbagai daerah di Indonesia. Sebagai praktisi dalam penyusunan perencanaan pembangunan di daerah, Penulis, menyakini bahwa terbitnya PP No.3/2014, memberi harapan lebih nyata terhadap berbagai implementasi program perencanaan pembangunan ekonomi di daerah. Tak sedikit berbagai rencana pengembangan ekonomi daerah dan program sejenis lainnya telah diupayakan daerah seperti Rencana Pengembangan Kawasan Minapolitan (bagi kawasan pesisir), Rencana Pengembangan Agropolitan atau Rencana Pengembangan Kawasan Pariwisata yang hasilnya sulit terimplementasi karena terlalu rumit dan tumpang tindihnya koordinasi lintas sektoral serta pembiayaan pembangunan yang diprogramkan dalam rencana tersebut.
Berbeda dengan berbagai program diatas, Rencana Kawasaan Transmigrasi (RKT) dibawah koordinasi kementerian transmigrasi, memberikan harapan dan akselerasi bagi pengembangan perdesaan kedepan. Pengalaman kementerian transmigrasi bahkan pada pemerintahaan sekarang ini telah digabungkan dengan kementerian pedesaan telah sangat berpengalaman dalam membentuk suatu daerah dari mulai kawasan tidak berpenghuni menjadi kawasan perkotaan yang maju. Selain peran serta “maksimal” dari pemerintah pusat, RKT didukung oleh pemerintah daerah dengan menerbitkan Perda RKT dan peranserta masyarakat dengan menghibahkan sebagian lahannnya untuk keperluan transmigrasi.
Lokasi Permukiman Trasmigrasi (LPT) di Kawasan Transmigrasi akan mendapat pembinaan yang terus menerus selama 5 (lima) tahun dari Dinas transmigrasi di daerah dan Kementerian Transmigrasi sebelum LPT tersebut disyahkan menjadi desa definitive dan diserahkan kepada pemerintah daerah. Berbagai program pembinaan transmigran dan penyelenggaraan pembangunan infrastrukturpun terus dilaksanakan. Dalam implementasinyanya, LPT ini akan menjadi bagian struktur ruang RTRW Kabupaten dimana ibukota kecamatan atau kawasan sekitar yang lebih maju akan dikembangkan menjadi Kawasan Perkotaan Baru (KPB).
Penulis berharap dengan terbitnya PP No 3/2014 ini menjadi salah satu pemicu bagi akselerasi pengembangan ekonomi perdesaan dan dapat merubah harkat dan martabat masyarakat miskin perkotaan menjadi lebih baik lagi seta dapat merubah “image” transmigrasi yang hanya memindahkan kemiskinan dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
 Bandung 26 Desember 2015.

pembangunan kembali eks desa transmigrasi di Bireun Aceh

Pembangunan kembali x-transmigrasi di Aceh Selatan