Kamis, 02 Maret 2017

Akselerasi Pembangunan Perdesaan Melalui PP No.3 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi

Oleh : Aan M. Abdullah
Tak terbantahkan, program transmigrasi yang pertama kali dilaksanakan sejak jaman Orde Lama ini telah memberikan warna tersendiri terhadap pengembangan wilayah di Indonesia. Tidak sedikit lokasi Kawasan Transmigrasi berubah menjadi kota-kota kecamatan atau bahkan menjadi Ibukota kabupaten. Begitupun dengan para transmigrannya. Banyak diantaranya yang telah menyandang berbagai gelar pada jenjang perguruan tinggi, politisi, kepala daerah, rektor perguruan tinggi atau bahkan menjadi usahawan yang berhasil dibidangnya.
Pro kontra penyelenggaraan transmigrasi menjadi bumbu dalam perjalanan program transmigrasi yang dijalankan oleh pemerintah ini. Tak dapat dipungkiri, sebagian masyarakat telah mengganggap bahwa program transmigrasi adalah hanya memindahkan kemiskinan dari daerah satu ke daerah lainnya atau memindahkan persoalan sosial dari Pulau Jawa ke wilayah lainnya di luar Pulau Jawa dan setumpuk persoalan teknis dan non teknis lainnya terhadap image negative penyelenggaraan transmigrasi.
Terlepas dari persoalan dan masalah yang dihadapi, program transmigrasi ini tetap menjadi idola dan harapan bagi sebagian masyarakat miskin perkotaan untuk mengubah penghidupannya. “Angkat jempol” bagi “para pejuang” dan pemikir program transmigrasi yang terus menerus memperbaiki system penyelenggaraannya meskipun didalam beberapa priode pemerintahan sebelumnya mendapat kritikan “pedas” bahkan usulan untuk penghapusan program transmigrasi ini.
Terbitnya Peraturan Pemerintah No 3 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Transmigrasi adalah salah satu bentuk dan upaya pemerintah untuk tetap mengembangkan ekonomi perdesaan dengan menyelenggarakan berbagai program transmigrasi.
Penyelenggaraan Transmigrasi sebagai bagian integral dari pembangunan nasional telah disempurnakan melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian. Perubahan tersebut menegaskan bahwa pembangunan Transmigrasi dilaksanakan berbasis kawasan yang memiliki keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan dengan pusat pertumbuhan dalam satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah. Konsekuensi dari perubahan tersebut, maka pembangunan Transmigrasi di tingkat daerah adalah sub sistem dari sistem pembangunan daerah yang secara spesifik merupakan upaya pembangunan Kawasan Perdesaan terintegrasi dengan pembangunan Kawasan Perkotaan dan pengembangan ekonomi lokal dalam rangka meningkatkan daya saing daerah.
Salah satu perwujudan PP No.3/2014 adalah terbentuknya Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT) di berbagai daerah di Indonesia. Sebagai praktisi dalam penyusunan perencanaan pembangunan di daerah, Penulis, menyakini bahwa terbitnya PP No.3/2014, memberi harapan lebih nyata terhadap berbagai implementasi program perencanaan pembangunan ekonomi di daerah. Tak sedikit berbagai rencana pengembangan ekonomi daerah dan program sejenis lainnya telah diupayakan daerah seperti Rencana Pengembangan Kawasan Minapolitan (bagi kawasan pesisir), Rencana Pengembangan Agropolitan atau Rencana Pengembangan Kawasan Pariwisata yang hasilnya sulit terimplementasi karena terlalu rumit dan tumpang tindihnya koordinasi lintas sektoral serta pembiayaan pembangunan yang diprogramkan dalam rencana tersebut.
Berbeda dengan berbagai program diatas, Rencana Kawasaan Transmigrasi (RKT) dibawah koordinasi kementerian transmigrasi, memberikan harapan dan akselerasi bagi pengembangan perdesaan kedepan. Pengalaman kementerian transmigrasi bahkan pada pemerintahaan sekarang ini telah digabungkan dengan kementerian pedesaan telah sangat berpengalaman dalam membentuk suatu daerah dari mulai kawasan tidak berpenghuni menjadi kawasan perkotaan yang maju. Selain peran serta “maksimal” dari pemerintah pusat, RKT didukung oleh pemerintah daerah dengan menerbitkan Perda RKT dan peranserta masyarakat dengan menghibahkan sebagian lahannnya untuk keperluan transmigrasi.
Lokasi Permukiman Trasmigrasi (LPT) di Kawasan Transmigrasi akan mendapat pembinaan yang terus menerus selama 5 (lima) tahun dari Dinas transmigrasi di daerah dan Kementerian Transmigrasi sebelum LPT tersebut disyahkan menjadi desa definitive dan diserahkan kepada pemerintah daerah. Berbagai program pembinaan transmigran dan penyelenggaraan pembangunan infrastrukturpun terus dilaksanakan. Dalam implementasinyanya, LPT ini akan menjadi bagian struktur ruang RTRW Kabupaten dimana ibukota kecamatan atau kawasan sekitar yang lebih maju akan dikembangkan menjadi Kawasan Perkotaan Baru (KPB).
Penulis berharap dengan terbitnya PP No 3/2014 ini menjadi salah satu pemicu bagi akselerasi pengembangan ekonomi perdesaan dan dapat merubah harkat dan martabat masyarakat miskin perkotaan menjadi lebih baik lagi seta dapat merubah “image” transmigrasi yang hanya memindahkan kemiskinan dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
 Bandung 26 Desember 2015.

pembangunan kembali eks desa transmigrasi di Bireun Aceh

Pembangunan kembali x-transmigrasi di Aceh Selatan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar