Oleh : Aan M. Abdullah
Salah satu pulau
terluar Indonesia adalah gugus Kepulauan Taninbar, terletak di Kabupaten Maluku
Tenggara Barat, Provinsi Maluku yang lokasinya berbatasan laut langsung dengan
Negara Australia dan Negara Timor Leste. Di kepulauan Tanimbar ini terdapat kawasan
perkotaan yang relatif sedang berkembang yaitu Saumlaki dan Larat.
“Pernah dengar Blok Marsela ??....., kawasan
yang sering diperdebatkan oleh para ahli kita karena potensinya yang sangat
luar biasa, yaitu kawasan yang memiliki ladang gas alam abadi yang merupakan
kekayaan masa depan bagi bangsa kita.
Nah,... blok marsela tersebut letaknya berada di Kepulauan
Taninbar ini, yang posisinya persis berada di tengah-tengah lautan yang hampir
berbatasan dengan Negara Australia.
Pada kesempatan
ini, kita tidak akan membicarakan tentang blok marsela, namun kita akan melihat
gambaran umum budaya serta kesiapan masyarakat perbatasan di kepulauan tersebut
menyongsong berkembangnya kepulauan tersebut seiring dengan akan diekploitasinya
potensi gas alam yang menurut para ahli adalah gas terbesar di dunia....
Kecamatan Tanimbar Utara dan Kecamatan
Tanimbar Selatan, adalah dua kecamatan di gugus kepulauan Taninbar di Kabupaten Maluku
Tenggara Barat, Provinsi Maluku, yang wilayah administratifnya berbatasan
langsung dengan Negara Timor Leste dan Australia. Kecamatan Tanimbar Selatan
dengan pusatnya di Desa Saumlaki dan Kecamatan Tanimbar Utara
dengan pusat di Desa Larat.
Tentu, sebagaimana wilayah lain di perbatasan negara, kedua
wilayah desa ini oleh pemerintah RI diberi fungsi sebagai pusat pertahanan dan
keamanan negara, maka tak heran, bila
di kedua wilayah ini meskipun berada di paling ujung Indonesia, namun
kehidupannya telah bercirikan kekotaan, masyarakatnya terdiri dari berbagai
etnis terutama dengan banyaknya warga TNI, Polri dan keluarganya yang sudah
berbaur dengan masyarakat setempat.
Di kepulauan
terluar ini, bukan hasil tambang saja yang menjadi potensi, pariwisata alam, hasil
laut dan hutanpun merupakan andalan masa depan. Bahkan keberadaan ikan-ikan
yang ada di Laut Arafuru selain
menjadi sumber penghasilan utama daerah juga menjadi incaran nelayan-nelayan
asing dan para ilegal fishing dari
negara lain. Guna mewujudkan pengembangan
di Saumlaki dan Larat, pemerintah tidak berdiam diri, terbukti salah satunya pemerintah pusat
telah mengeluarkan Perpres No.33 Tahun
2015 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di
Maluku.
Terdapat 5 (lima) istilah kekerabatan yang dikenal dalam masyarakat Tanimbar yaitu:
keluarga inti, Famili, Das Matan (marga), Suan (soa)
dan Desa.
Keluarga inti yaitu kesatuan dari bapak dan ibu beserta anak-anak. Kesatuan dalam
masyarakat Tanimbar selain bersifat patrilineal, ada kesatuan yang lebih besar
yang bersifat bilateral, yaitu famili.
Famili merupakan
kesatuan kekerabatan disekeliling individu, yang terdiri dari warga-warga yang
masih hidup dari mata rumah asli, yaitu semua keturunan dari keempat nenek
moyang.
Das Matan (marga) yaitu suatu kelompok kekerabatan
yng bersifat patrilineal. Marga terbentuk dari keluarga-keluarga yang bergabung
menjadi satu kelompok yang memiliki hubungan kedekatan kekeluargaan.
Marga merupakan kesatuan dari laki-laki dan perempuan yang belum kawin dan
isteri dari laki-laki yang telah kawin.
Suan (Soa) merupakan gabungan dari beberapa
marga. Marga-marga bergabung menjadi satu kelompok dalam sistem kekerabatan
yaitu Suan (Soa).
Desa adalah gabungan dari Suan (soa). Suan-suan (soa-soa)
sepakat untuk bergabung dan membantuk satu kelompok dan hidup bersama sehingga
membentuk desa.
Kemudian bagaimana budaya perkawinan yang biasa dilangsungkan di kepulauan
ini ??,
Perkawinan dalam masyarakat Tanimbar bersifat exogami, yaitu seseorang
harus kawin dengan orang diluar klennya. Kebudayaan Tanimbar mengenal tiga
macam cara perkawinan yaitu: kawin lari, kawin minta dan kawin
masuk.
Kawin lari adalah sistem perkawinan yang paling lazim dalam
masyarakat Tanimbar. Hal ini disebabkan karena orang Tanimbar lebih suka
menempuh jalan pendek, untuk mengindari perundingan dan upacara. Tentu saja, cara kawin lari dipandang oleh kaum kerabat perempuan sebagai perkawinan yang
kurang baik, umumnya kawin lari tidak diinginkan oleh kaum kerabat
perempuan. Sebaliknya dari kaum kerabat laki-laki sangat menyukai kawin lari. Hal
ini disebabkan karena pemuda mau menghindari kekecewaan bila ditolak dan
menghindari rasa malu dari keluarga pemuda karena rancana perkawinan anaknya
ditolak oleh keluarga wanita. Untuk menghindari itu maka pemuda yang mau kawin
mengambil jalan singkat dengan kawin lari. Kawin lari bisa juga karena adanya
ketakutan dari pemuda terhadap keluarga wanita yang menunggu sampai seluruh
persyaratan adat dipenuhi oleh keluarga pemuda.
Bentuk perkawinan yang kedua yaitu kawin minta. Kawin minta terjadi apabila
seorang pemuda telah menemukan seorang gadis yang akan dijadikan isteri maka ia
akan meberitahukan kepada orang tuanya. Orang tua keluarga pemuda mengumpulkan
anggota famili untuk memberitahukan hal itu dan membuat
rencana perkawinan, dengan mengumpulkan kekayaan untuk membayar mas kawin dan
perayaan perkawinan. Semua sudah disetujui, maka akan diutus salah satu orang
tua dari keluarga laki-laki ke orang tua gadis untuk mintah waktu bagi
kunjungan melamar. Orang tua gadis akan mengirim utusannya untuk memberitahukan
waktu dan harinya.
Bentuk perkawinan yang ketiga yaitu kawin masuk. Pada perkawinan ini, laki-laki tinggal dengan
keluarga perempuan. Ada tiga sebab terjadinya kawin masuk yaitu: pertama, kaum
kerabat pemuda tidak dapat membayar mas kawin secara adat; kedua, keluarga
gadis hanya seorang anak tunggal dan tidak mempunyai saudara laki-laki,
sehingga gadis harus memasukkan laki-laki yang telah menjadi suaminya dalam
keln ayahnya untuk menjamin kelangsungan klen; ketiga, ayah dari pemuda tidak
sudi menerima menantu perempuannya, disebabkan oleh perbedaan status.
Bagaimana
hukum adat
dilaksanakan di wilayah ini ??
Dalam kehidupan berkelompok, khususnya dalam masyarakat Tanimbar, akan
muncul berbagai macam kejahatan-kejahatan atau kesalahan-kesalahan dan
pelanggaran-pelanggaran. Orang-orang Tanimbar tidak membedakan antara
kejahatan-kejahatan atau kesalahan-kesalahan dan pelanggaran-pelanggaran. Dalam
pelaksanaan hukum adat, orang-orang Tanimbar membedakan menjadi dua yaitu hukum
adat terhadap orang-orang secara pribadi dan hukum adat terhadap masyarakat.
Hukum adat terhadap orang-orang secara
pribadi
Hukum adat akan berlaku jika
kejahatan terjadi dalam desa. Hukuman terhadap
suatu kejahatan tidak membedakan antara kejahatan dalam marga dan desa. Kejahatan yang terjadi dalam suatu marga maka dengan sendirinya akan keluar,
karena bukan hanya orang yang melakukan kejahatan tetapi juga melibatkan
saudara-saudara laki-laki dan anggota famili tetapi juga melibatkan wali-wali, yang
karena perkawinan eksogami yang berlaku selalu berasal dari marga yang lain.
Wali-wali adalah saudara-saudara laki-laki dari ibu.
Dalam kasus pembunuhan, saudara
laki-laki dan wali-wali berhak penuh untuk membunuh orang yang membunuh anggota
keluarga mereka. Jika orang yang membunuh lari atau menyembunyikan diri maka
salah seorang dari anggota keluarga atau salah seorang dari anggota-anggota
marganya menjadi pengganti orang yang membunuh. Permasalahan itu bukan hanya
sampai disitu, tetapi mereka akan selalu waspada terus menerus jika belum ada
pihak ketiga yaitu tua adat dari marga lain yang mempunyai peran untuk
mendamaikan mereka yang bertikai.
Untuk mencegah terjadinya
pembunuhan maka pihak ketiga harus bertindak dengan cepat untuk mengatur agar
pembunuh dengan famili dan wali-wali harus secepatnya menebus orang yang mati
yang disebut rtubi (membayar
badan). Pembayaran badan orang yang sudah meninggal dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu membayar orang yang sudah meninggal dengan cara nyawa ganti nyawa
yaitu membunuh orang yang telah melakukan tindakan pembunuhan dan cara yang
kedua yaitu menebus orang yang telah meninggal dengan menggantinya dengan
barang adat misalnya Lele, Mas dan Lelbutir.
Pembayaran dilakukan kepada saudar-saudara laki-laki atau anggota-anggota
famili selanjutnya menyerahkan lagi kepada wali-wali mereka.
Pembalasan untuk membunuh orang yang telah membunuh oleh orang Tanimbar disebut
pembunuhan yang adil. (red. Kayanya hampir mirip-mirip
dengan hukum islam ya??)
Pencurian terhadap barang yang
bernilai lebih besar misalnya anting-anting emas, maka harus dikembalikan
dengan nilai yang sama atau dengan barang yang sama. Untuk mencuri seekor babi
maka orang itu harus mengembalikan seekor babi yang bernilai lebih besar. Dalam
semua kasus yang terjadi, pembayaran dilakukan oleh wali-wali dari orang yang
melakukan kejahatan.
Untuk hukum adat yang dilakukan
oleh oknum perseorangan dari desa-desa lain, diajukan tuntutan yang sama.
Keluarga yang mengalami ketidakadilan pergi ke desa lain untuk menuntut
pembayaran lunas dari orang yang bersalah.
Hukum adat terhadap masyarakat sendiri
Hukum adat terhadap masyarakat
sendiri yaitu desa sendiri, terutama masyarakat yang melanggar sasi atau wambe. Sasi atau wambe adalah
suatu putusan dari masyarakat, dimana orang saling berjanji selama suatu waktu
tertentu tidak memetik kelapa, tidak mengumpulkan lola atau teripang atau tidak
memotong daun lontar untuk
menenun.
Untuk penuntutan denda masyarakat
berkumpul di balai pertemuan desa dan dituntut denda dari orang yang melanggar,
atau dari saudara laki-lakinya, jika orang yang bersalah tidak hadir pada saat
pertemuan itu. jika belum membayar maka orang akan mengambil milik orang lain
dan dikatakan bahwa yang berutang adalah orang yang bersalah. Masyarakat akan
menuntut untuk orang yang bersalah harus membayar. Jika denda itu seekor babi,
maka babi akan disembelih dan dibagi kepada semua masyarakat yang hadir. Jika
denda itu sebuah gading atau barang berharga lain, disimpan sebagai barang
milik bersama dalam rumah tua adat, untuk suatu saat dipergunakan sebagai
hadiah ataupun sebagai denda kepada desa lain.
Dalam kehidupan setiap hari,
orang Tanimbar mengenal Moli (pemali). Moli berlaku dalam suatu desa jika berkunjung
bersama-sama ke suatu desa dan melakukan peperangan. Apabila sesorang yang
melanggar moli, akibatnya dia akan mati jika tidak secepatnya
memberitahukan kesalahannya kepada tua adat. Seorang yang melanggar moli harus
memberitahukan kesalahannya agar tua adat berdoa dan melepaskan dia dari
kesalahannya itu.
Orang-orang asing terikat
pada moli. Untuk itu akan diberitahukan kepada orang-orang yang ada
di desa tetangga bahwa orang mulai menjalankan moli dan
dipasang dijalan-jalan dan tempat-tempat masuk desa beberapa sweri. Sweri artinya tanda-tanda larangan dari daun kelapa.
Hukum yang paling berat
dijatuhkan kepada orang-orang Tanimbar yang melakukan pengkhianatan adalah hukuman mati.
Jika orang menyangkal
pengkhianatan dan ditunjukan wahyu dari Lere-Bulin (Matahari
dan Bulan), maka masyarakat memutuskan untuk membunuh pengkhianat itu. Perkara
akan dirahasiakan dari orang yang bersalah sampai suatu hari dia dibunuh oleh
beberapa orang dalam desa. Perkara ini tidak ada pemberitahuan kepada yang
bersalah.
Itulah beberapa pengetahuan
tentang kaya dan beragamnya budaya bangsa ini. Semoga ada manfaatnya.
POSISI SAUMLAKI |
BANDARA SAUMLAKI |
KANTOR BUPATI |
RUMAH SAKIT PERBATASAN |
PELABUHAN LAUT |
PERTAHANAN DAN KEAMANAN |
PASAR TRADISIONAL |
POTENSI PARIWISATA ALAM LAUT |
POTENSI PARIWISATA |
PERMAINAN TRADISIONAL ANAK-ANAK |
WAWANCARA DENGAN INSTANSI PEMERINTAH DAERAH |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar